Handphone berdering tepat pukul 04.30 WITA, alarm sholat subuh yang berbunyi membantuku untuk terbangun dari tubuh yang sejenak telentang di atas kapuk yang empuk. Tubuh ini seperti dipeluk erat oleh tangan-tangan kasur yang membuatku merasa nyaman berada di atasnya. Namun, suara adzan memanggilku lebih kuat untuk melaksanakan perintahNya. Kulepsakan dekapan kasur itu, dan tubuh yang telah mengendurkan urat- uratnya yang kejang melangkah menuju saklar lampu bersama bayang siluet untuk menerangkan ruang kecil yang ada di rumahku. Terangnya ruangan mengantarkanku menuju tempat untuk mengambil air wudhu dan membersihkan diri untuk melaksanakan sholat subuh dan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.
Di depan pintu rumah terlihat sosok perempuan dengan pundak sekuat baja, beridiri mentap langit menanti senyum mentari untuk melangkahkan kakinya menuju kendaraan yang setia menemani perjalanannya. Setiap hari di mata, hati, dan pikirannya penuh rasa rindu yang menumpuk untuk bertemu dengan teman sejatinya. Teman sejatinya itu adalah mereka yang menantikan dan merindukan kehadirannya di sekolah. Teman sejati yang mengharapkan kedatangan sosok yang selalu berada di dekatnya, yang selalu memberikan kenyamanan, dan kasih sayang yang tulus kepadanya. Yaa, sosok perempuan itu adalah saya. Saya adalah seorang guru yang yang mengabdikan dirinya untuk murid-murid di TKIT Al Fatih Makassar, dan kehadiranku bersamanya sudah sampai 5 tahun. Guru yang kehadirannya setiap hari dirindukan oleh mereka yang memiliki hati yang putih, rasa yang penuh harap akan kehadiran gurunya datang ke sekolah. Guru yang selalu memberikan hal-hal baru, menemani bermain, mendengarkan celotehnya, dan selalu siap untuk mendengarkan kisah dari mulut mungil mereka.
Perjalanan untuk menuntaskan rasa rindu bertemu teman sejati harus ditempuh dari menanti matahari mulai menampakkan pancaran sinarnya di ufuk timur, dan akan kembali lagi sampai matahari ditidurkan oleh sang rembulan. Hal itu bukanlah penghalang bagi seorang guru untuk tetap menjalankan perjuangan sucinya tetap ke sekolah.
Pekerjaan yang Suci
Bersama kendaraan yang setia menemaniku, dengan kaca spion yang satu mengarah kepadanya, memantulkan satu wajah yang seolah bercerita kepadanya untuk melangkah dengan penuh semangat, memberikan senyum terbaik untuk setiap orang yang ditemuinya, mengoptimalkan potensi yang dimiliki, mengahadapi hari-harinya dengan penuh keikhlasan serta selalu melibatkan Allah dalam setiap jejaknya. Kendaraan berhenti tepat di persinggahannya, saya turun dari motor, dan menuju ke pintu utama sekolah. Sudah terlihat beberapa teman sejatiku yang hadir lebih awal. Dari jauh mata memandang, mereka langsung berlari ke arah ku dan memberikan pelukan yang sangat erat. Walaupun pelukan mereka itu kadang membuat tubuhku susah bergerak untuk membalas pelukannya. Setelah tangan-tangan mereka lepas dari tubuhku, tangan ini langsung merangkul mereka untuk menuju kelas dan area bermain.
Masih ada segelintir orang di luar sana yang mengatakan bahwa guru TK itu kerjaannya hanya menemani anak bermain, makan, bernyanyi, dan pulang. Persepsi itu saya retas di tempat ini. Dalam kurung waktu lima tahun menjadi guru TK, saya mengatakan menjadi guru TK itu adalah hal yang menyenangkan tapi sulit. Menyenangkan dalam pelaksanaan pembelajarannya, terasa sulit dalam membuat merancang pencapaian dan arah yang akan kami tunjukkan kepada teman-teman kecil ini.
Merancang dan memikirkan konsep tentang pertumbuhan dan perkebangannya bukanlah hal yang mudah dan main-main. Akar yang kuat akan menumbuhkan batang yang kokoh, ranting yang kokoh, daun yang lebat, bunga yang indah dan buah yang manis. Begitulah pembangunan karakter sejak dini. Semua itu sudah bisa seorang guru bentuk sejak dini. Mengajarkan tauhid, pembiasaan akhlakul karimah sesuai dengan Al Quran dan Sunnah. Itulah alasan mengapa menjadi seorang guru TK itu menurut saya bukanlah profesi yang main-main. Guru TK itu seperti seorang arsitek yang menciptakan pondasi yang kuat untuk menciptakan bangunan yang kokoh.
Dalam surah Ibrahim ayat 24-25, tauhid digambarkan seperti sebuah pohon.
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimna Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.”
Berlandaskan ayat tersebut, setiap hari kami dzikir pagi bersama, bertahfidz, mengajarkan adab-adab islami sesuai dengan tuntunan Al Quran dan Sunnah Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam, dan menceritakan kisah-kisah nabi. Saat dzikir pagi, selalu kami tanamkan ke dalam diri teman-teman kecil kami tentang perlindungan yang Allah berikan. Karena, sebaik-baik pelindung hanyal Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ketika bertahfidz, membaca dan menghafal qalamullah kami memotivasi mereka agar menjadikannya sebagai ladang pahala. Menanamakan pemahaman kepada mereka, ketika kita rajin mengaji Allah sayang, jika tidak mengaji, dia akan merugi. Seorang guru juga tentunya sudah mengetahui ada berapa banyak pahala yang bisa kita raih ketika setiap hari mengajarkan Al Quran kepada teman-teman kecil ini.
“Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran, maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut. Satu kebaikan itu dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan Alif Laam Miim satu huruf, akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi no. 6469)
Tentunya semua itu pasti dilalui dengan lika-liku dan perjuangan. Berbagai macam tantangan yang biasanya kita hadapi saat bertahfidz atau mengajarkan Al Quran. Terkadang saat bertahfidz ada anak yang tidak mood dari rumah dan terbawa ke sekolah, ada yang mengantuk, ada yang masih ingin main, ada yang harus lompat sana sini, lari sana sini dulu sebelum memulai kegiatan bertahfidz, ada yang berminat dengan gerakan, ada yang masih harus disebut mamanya dulu agar kembali fokus, dan masih banyak lagi. Karena, Setiap anak itu berbeda-beda, setiap anak itu unik, setiap anak itu istimewa dengan caranya. Seorang guru sejatilah yang dapat mengahadapi dan menyelesaikan tantangan dari teman sejatinya menjadi lebih baik. Apakah kamu guru sejati itu ?
Ketika mengajarkan adab atau pembiasaan melalaui kisah nabi, gurulah yang selalu menjadi alarm untuk selalu mengingatkan dan meluruskan kembali ke arah yang benar, dan itu dilakukan seorang guru secara terus menerus, jika perlu sampai titik darah penghabisan. Karena, dalam mengajarkan pembiasaan itu harus sampai teman-teman kecil ini terbiasa dari mulai selalu diingatkan, kadang diingatkan sampai tidak diingatkan lagi. MasyaAllah, betapa mulianya peran seorang guru untuk melahirkan generasi islam dengan akhlak Al Quran dan Sunnah. Guru itu adalah pekerjaan yang suci, karena setiap yang dilakukannya selalu melibatkan Allah dalam setiap langkahnya.
Tiba-tiba aku menjadi ….
Inilah moment yang kadang out of the box setiap saat, seorang guru itu memang harus serba bisa. Bisa menjadi apasaja yang dibutuhkan untuk melayani teman-teman kecilnya, karena sejatinya guru itu memang seorang pelayan untuk memenuhi dan mewadahi kebutuhan muridnya. Ketika ada anak yang sakit di sekolah, tiba-tiba guru menjadi seorang dokter. Ketika ada anak yang bertengkar atau memiliki permasalahan dengan dirinya sendiri atau temannya, tiba-tiba guru akan menjadi psikolog dan konsultan. Ketika ada kegiatan menghias kelas, tiba-tiba guru bisa menjadi desain interior. Ketika ada kegiatan fun cooking tiba-tiba guru menjadi seorang koki. Ketika ada kegiatan outing class atau Field Trip tiba-tiba guru menjadi pemandu wisata, dan masih banyak lagi.
Begitulah perjuangan seorang guru.. mencerdaskan generasi pelanjut estafet kepemipinan yang berakhlakul karimah dan berwawasan global 30 sampai 40 tahun kedepan. Dari tangannyalah lahir, pemimpin muda masa depan yang di dalam dirinya terdapat sosok kepimpinan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, dan Sultan Muhammad Al Fatih dalam memajukan kejayaan islam kedepannya.